Lama tidaknya waktu memang sangat relatif. Minggu pertama cukup berasa lama karena kita memang harus beradaptasi dengan segala hal. Masalah makanan saja, gue harus bisa menghadapi kenyataan bahwa harga ayam di sini lebih mahal daripada ikan. Masalahnya adalah gue penggemar berat ayam. Cuaca juga menjadi hal yang cukup membuat frustrasi. Bisa saja jam 7 pagi cerah, setengah jam kemudian hujan turun sangat deras. Masih banyak lagi yang bisa gue ceritakan, tapi postingan ini bakalan kelewat panjang daripada yang seharusnya. Yang jelas, ketika kita sudah mulai beradaptasi, waktu terasa semakin cepat. Hari ini adalah tepat satu bulan gue di Ambon. Dan inilah cerita gue.
Seperti cerita gue di postingan gue yang sebelumnya, gue habis ikut pelatihan selam sesi kelas. Sehari kemudian kami berangkat ke Pantai Hukurila.
Pantai Hukurila
Wajah-wajah lelah setelah diving (Foto Credit: Anta) |
Furkan, Dhimaz, dan Anta |
Pantai Natsepa
Spot paling timur di Pantai Natsepa. (Captured with my Sony ActionCam AS20) |
Satu foto lagi (Image Credit: Fismatman) |
Gong Perdamaian Dunia
Menurut Wikipedia, gong perdamaian adalah gong yang merupakan simbol perdamaian dunia. Tujuan dibuatnya gong perdamaian adalah agar tidak ada lagi perang, konflik sara, terorisme, dll. Ada beberapa gong perdamaian yang dibuat di Indonesia selain di Kota Ambon, yaitu Bali dan Palu.
Gue baca beberapa review di TripAdvisor, isinya kebanyakan, "isinya cuma gong doang". Ya, memang. Saran dari gue adalah baca sedikit beberapa literatur di internet sebelum mengunjungi spot ini sehingga kita bisa mengatur ekspektasi kita.
Jangan khawatir kalo datangnya malam, karena gong ini diberikan cahaya yang berwarna-warni. (Captured with my Sony ActionCam AS20) |
Pantai Liang
Pantai yang sangat ciamik sejauh ini yang pernah gue kunjungi di Ambon. Areanya cukup luas. Udah gitu kita bisa menyewa kapal dayung atau kapal karet yang ditarik menggunakan kapal speed. Harganya pun cukup murah, cuma 5300 rupiah sekali masuk. Tetapi jaraknya cukup jauh, sekitar 40 km dari pusat kota. Untuk ke sana, kita bisa menggunakan angkot dengan tarif total sekitar 20rb.
Kami bersama kapal dayung yang kami sewa. (Image credit: Anta) |
Gue dan Fismat di posisi paling belakang kapal. (Captured with my Sony ActionCam AS20) |
Ini bagian depannya: Anta, Dhimaz, Kuhn, dan Rob. (Captured with my Sony ActionCam AS20) |
Cukup segitu dulu cerita dari gue. Thanks yang udah mau meluangkan waktunya untuk membaca ini. Nanti gue tambahkan lagi di postingan gue selanjutnya kalo gue menemukan spot yang baru.
0 komentar:
Post a Comment